MEKANISME SENSORIS DAN MOTORIS PADA INDRA PENCIUMAN

NAMA : Korry J
Situmorang
NIM : 1215150023
PROGRAM STUDY PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN
dan ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA 2015
Mekanisme Indra Penciuman
Mekanisme alat indera pembau/penciuman adalah rangsang bau berupa
gas yang berasal dari lingkungan sekitarnya, meransang indera pembau di dalam
rongga hidung. Selanjutnya rangsang bau
tersebut bergerak diterima oleh
lender pembau dan diteruskan ke gelembung pembau, kemudian bergerak melalui
berkas saraf menuju otak untuk ditafsirkan.
Morfologi
Rongga hidung mempunyai tiga lapisan yang dipisahkan oleh tulang. Rongga atas berisi ujung-ujung cabang saraf cranial, yaitu saraf olfaktori (saraf pembau).Hidung terlindung dari lapisan tulang rawan dan bagian rongga dalam mengandung sel-sel epitel yang berfungsi untuk menerima rangsang kimia. Bagian tersebut dilengkapi lendir dan rambut-rambut pembau.
Rongga hidung mempunyai tiga lapisan yang dipisahkan oleh tulang. Rongga atas berisi ujung-ujung cabang saraf cranial, yaitu saraf olfaktori (saraf pembau).Hidung terlindung dari lapisan tulang rawan dan bagian rongga dalam mengandung sel-sel epitel yang berfungsi untuk menerima rangsang kimia. Bagian tersebut dilengkapi lendir dan rambut-rambut pembau.
Hidung merupakan salah satu dari panca indra yang berfungsi sebagai indra pembau. Indra pembau berupa kemoreseptor yang terdapat di permukaan dalam hidung, yaitu pada lapisan lendir bagian atas. Reseptor pencium tidak bergerombol seperti tunas pengecap.Epitelium pembau mengandung 20 juta sel-sel olfaktori yang khusus dengan akson-akson yang tegak sebagai serabut-serabut saraf pembau. Di akhir setiap sel pembau pada permukaan epitelium mengandung beberapa rambut-rambut pembau yang bereaksi terhadap bahan kimia bau-bauan di udara
Bulu
hidung di dalam kaviti hidung menapis debu dan mikroorganisma dari udara yang
masuk dan lapisan mukus yang memerangkapnya. Bekalan darah yang banyak ke
membran mukus membantu mengawal udara yang masuk menjadi hampir sama dengan
suhu badan di samping melembabkannya. Selain itu hidung juga berfungsi sebagai
organ untuk membau kerana reseptor bau terletak di mukosa bahagian atas hidung.
Hidung juga membantu menghasilkan dengungan (fonasi).
Proses Penciuman
Di dalam rongga hidung terdapat selaput lendir yang
mengandung sel- sel pembau. Pada sel-sel pembau terdapat ujung-ujung saraf
pembau atau saraf kranial (nervus alfaktorius), yang selanjutnya akan bergabung
membentuk serabut-serabut saraf pembau untuk menjalin dengan serabut-serabut
otak (bulbus olfaktorius). Zat-zat kimia tertentu berupa gas atau uap masuk
bersama udara inspirasi mencapai reseptor.
Pembau. Zat ini dapat larut dalam lendir hidung,
sehingga terjadi pengikatan zat dengan protein membran pada dendrit. Kemudian
timbul impuls yang menjalar ke akson-akson. Beribu-ribu akson bergabung menjadi
suatu bundel yang disebut saraf I otak (olfaktori). Saraf otak ke I ini
menembus lamina cribosa tulang ethmoid masuk ke rongga hidung kemudian
bersinaps dengan neuron-neuron tractus olfactorius dan impuls dijalarkan ke
daerah pembau primer pada korteks otak untuk diinterpretasikan.
Sensasi
penciuman dimulai di epitel penciuman yang terletak di tiap lipatan di puncak
rongga hidung. Letak daerah ini terlihat pada gambar yang memperagakan
penampang dari jalan udara dalam hidung dan juga kaitan antara epitel penciuman
dengan susunan saraf.
Reseptor Penciumn
Epitel
penciuman mengandung banyak reseptor saraf yang disebut sel-sel olfaktorius,
seperti terlihat pada gambar. Sel-sel itu merupakan sel-sel saraf khusus
mempunyai tonjolan-tonjolan kecil berupa mikrovili yang disebut rambut
penciuman. Rambut itu keluar dari epitel
masuk ke dalam mukus yang melapisinya. Rambut penciumlah yang mendeteksi
berbagai macambau-bauan.
Dengan
cara bagaimana bau-bauan menggiatkan rambut penciuman tidak dipahami benar.
Namun bau yang sangat tercium adalah: Pertama, zat-zat yang sudah muda menguap,
dan yang kedua, zat-zat yang sangat mudah larut dalam lemak. Kemudian menguap
ini penting karena baunya hanya dapat mencapai rongga di puncak hidung dengan
cara mengikuti aliran udara. Kelarutan dalam lemak penting karena rambut
penciuman sendiri merupakan tonjolan dari membran sel penciuman, dan kita tahu
semua membran sel penciuman, akan berubahlah potensial membran dan menimbulkan
impuls saraf dalam sel pemciuman.
Penciuman
Bau Primer Adalah sangat sukar untuk mempelajari sel-sel penciuman, dan oleh
sebab itu kita tidak mengetahui dengan pasti rangsang kimiawi primer yang mana
yang dapat menggiatkan jenis sel penciuman tertentu. Namun
berdasarkanpenelitian kasar, beberapa sensasi primer berikut telah
dipostulasikan:
1.
Bau kamfer
2.
Bau Kasturi
3.
Bunga- bungaan
4.
Pepermin
5.
Eter
6.
Pedas
7.
Busuk

Penciuman, seperti juga sensasi-sensasi yang lain mungkin
dideteksi ole sel-sel khusus. Mungkin daftar di atas hanya berdasarkan dugaan
dan mengandung kesalahan.
Adaptasi terhadap Bau. Seperti
pada penglihatan, penciuman dapat berdaptasi dengan baik sekali. Waktu pertama
kali mencium, mungkin bau itu keras sekali, tetapi setelah semenit atau lebih
bau itu akan sukar sekali tercium. Reseptor penciuman menggugah orang terhadap
hadianya suatu bau, tetapi tidak dapat mempertahankan orang itu agar dapat
mencium bau tersebut terus menerus. Hal ini sangat menguntugkan orang-orang
yang harus bekerja dalam lingkungan yang berbau busuk.
Bau yang Tertutup (masking).
Tidak seperti mata yang dapat melihat beberapa warna sekali gus pada saat yang
bersamaan, sistem penciuman hanya dapat
mendeteksi satu macam bau pada suatu saat, padahal bau bisa terdiri dari
beberapa macam bau. Bila bau busuk dan bau bunga hadir bersamaan, maka yang
dominan yang intensitasnya lebh kuat, tetapi bila keduanya mempunyai
intensitas yang sama maka bau yang
tercium terletak ditengah-tengah antara bau busuk dan bau bunga. Dominasi oleh
bau yang bersintesis lebih tinggi disebut masking (tertutupi). Efek ini dipakai
di rumasakit, kamar kecil, dan tempat-tempat lain agar bau busuk hilang dan
berubah menjadi menyenangkan. Caranya ialah dengan membakar dupa atau
menguapkan zat-zat yang baunya menyenangkan untuk menutupi bau-bauan yang tidak
dikehendaki.
Hantaran Sinyal Penciuma ke Susunan Saraf
Pusat
Karena penciuman adalah
fenomena subyektif yang hanya dapat diteliti secara memuaskan pada manusia,
sedikit sekali yang diketahui tentang manusia, sedikit sekali yang diketahui
tentang hantaran sinyal penciuman ke otak. Jaras penciuman berakhir di dua
daerah di otak yang disebut daerah penciuman medialis dan daerah penciuman
lateralis, keduanya tampak dalam gambar. Daerah penciuman medialis terletak di
tengah- tengah sekali dari otak, di bagian anterior dan sedikit superior dan
hipotalamus. Daerah penciuman lateralis terletak di bagian bawah otak, menyebar
ke lateral ke bagian dasar lobus temporalis anterior.
Daerah penciuman medialis
terutama berkaitan dengan fungsi primitif, misalnya pengeluaran air liur
sebagai respons terhadap bau, mengecapkan bibir, dan menyebabkan binatang dapat
menjilati makanan cair.
Sebaliknya, daerah penciuman
lateralis yang mencakup bagian-bagian dari amigdala di lobus temporalis,
berkaitan erat dengan fungsi susunan saraf yang lebih tinggi. Jaras langsung
barjalan dari daerah ini ke korteks temporalis, hipokampus, dan korteks prefrontalis, kesemuanya merupakan
bagian-bagian korteks yang berfungsi penting. Daerah penciuman lateralis
bertangguang jawab mengenai respon-respons yang kompleks terhadap rangsang
penciuman. Misalnya pengenalan jenis bau tertentu mungkin merupakan fungsi dari
daerah ini. Demikian juga pengenalan makanan yang lezat atau menjijikkan yang
berdasarkan pengalaman yang telah lalu
mungkin merupakan fungsi dari daerah ini. Pada manusia tumor otak yang terletak
di daerah ini sering menyebabkan penderita mencium bau-baunya abnormal
yang bermacam-macam, menyenangkan atau
pun tidak menyenangkan , dan pada tahap akhir keadaan ini sering berlanjut sampai berbulan-bulan.
Gangguan pada Hidung
Anosmia
Penyakit ini menyebabkan penderitanya kehilangan rasa bau.:
Penyakit ini menyebabkan penderitanya kehilangan rasa bau.:
1. Penyumbatan rongga hidung, misalnya tumor, polyp
2. Reseptor-reseptor pembauan rusak karena infeksi virus
atau atrophi
3. Gangguan pada syaraf ke I, bulbus, tractus olfactoris
ataupun cortex otak karena benturan
kepala ataupun tumor.
DAFTAR PUSTAKA
Aitkin, L,M,: Tonotopic organization at
hignher levels of the auditory pathway. Int. Rev. Physiol., 10: 249, 1976
Alberts, J.R, : Producing and interpreting
experimental olfactory deficits. Physio. Behav., 12 : 657, 1974.
Van Hattum, RJ : Comminication Disorders. New York,
Macmillan, 1980
Tidak ada komentar:
Posting Komentar